KAPAN.......

kapan kita bisa berdiri tanpa bantuan orang lain


Kamis, 22 Mei 2014

sudut pandang hitler tentang agama

 Oleh: Muhammad Irfan Sulistya

Kristen atau Pagan?
Kehidupan agama bagi Hitler adalah satu dari sekian banyak hal yang penuh kontroversi, terlebih dalam masa transisinya sebagai seorang Fuehrer. Di masa mudanya, semua sejarawan dan penulis biografi sepakat bahwa Hitler banyak terpengaruh oleh ajaran katolik mengingat ibunya adalah seorang penganut katolik yang taat walaupun sebenarnya Ayah Hitler, Alois Hiedler, adalah seorang yang memiliki pandangan skeptis terhadap agama.  Oleh karenanya, Hitler kecil pernah memasuki sekolah biara Benediktin selama satu tahun antara 1897 – 1898. Di sini ia menjadi siswa yang pintar dan mendapat peringkat pertama sehingga dianugerahi twelve 1st, suatu peringkat tertinggi di akhir semester. Pada tanggal 22 Mei 1904, ia pun terlihat mengikuti paduan suara di biara tersebut.

Menurut seorang responden berkewarganegaraan Inggris dan juga berdasarkan seorang sejarawan, Michael Rissmann, dalam masa remaja, Hitler mulai meninggalkan kehidupan Katoliknya karena terpengaruh oleh ajaran Pan-Jermanisme. Namun, informasi ini masih bersifat kontroversi mengingat Hitler masih  sering mengikuti sakramen dan inilah sebabnya Hitler di dalam Mein Kampf pun masih menuliskan beberapa hal yang berhubungan dengan kekatolikannya, termasuk mengenai ide anti-Semitismenya dengan mengatakan bahwa ide anti-Semit adalah ide yang berdasarkan atas ide keagamaan dan bukan ide rasisme belaka(Mein Kampf vol I, bab 3). Lebih nyata lagi ketika ia mengatakan bahwa kemasyarakatan tanpa agama adalah suatu hal yang nonsense.
Dalam masa dewasa, keyakinan agama dalam diri Hitler dapat kita temukan dalam setiap pernyataan atau pidato-pidatonya di hadapan publik dan ini ternyata semakin menambah kontroversi karena terkadang ada dua sisi berbeda yang diperlihatkan Hitler, satu sisi menunjukkan betapa agamaisnya Hitler, tetapi di satu sisi terlihat betapa ia sangat menentang organisasi berbasiskan agama.
Di dalam masa-masa awal kekuasaannya, Hitler menunjukkan betapa ia adalah seorang Katolik yang taat dengan berkata,
“Keyakinan saya sebagai seorang Kristen telah membawa saya menjadi seorang pejuang untuk Tuhan sang Juru Selamat. Hal itu pun membawa saya kepada seseorang yang awalnya berada dalam kesendirian dan hanya memiliki segelintir pengikut, tetapi Ia tidaklah menderita karena Ia adalah juga seorang pejuang. Betapa mengerikan perjuangannya dalam melawan racun-racun Yahudi dan sekarang setelah hampir dua ribu tahun, dengan emosi yang terdalam, saya menyadari adalah sebuah fakta bahwa darah Tuhan tercecer di atas kayu salib dalam perjuangannya melawan Yahudi dan sebagai seorang Kristen, saya tidak akan membiarkan diri ini dicurangi dan akan berjuang demi kebenaran dan keadilan. Tuhan telah memanggil saya untuk berjuang melawan Yahudi”
Hitler pun mengatakan pada saat proklamasi negara Jerman, 1 Februari 1933, bahwa negara Jerman dibangun atas dasar kebersamaan dan rasa kerja sama. Jerman akan mempertahankan prinsip-prinsip dasar agama Kristen sebagai landasan moral negara.
Albert Speer telah mengemukakan bahwa Hitler tetap menjadi anggota gereja hingga kematian menjemputnya walaupun Speer beranggapan bahwa Hitler tidak benar-benar  melakukannya dengan kesungguhan.
Informasi yang sama dikemukakan oleh seorang penulis biografi, John Tolland. Ia  mengungkapkan bahwa Hitler masih merupakan anggota gereja Roma dan percaya bahwa Yahudi adalah kelompok yang bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap tuhan.
Begitu pula dengan apa yang telah disampaikan oleh Goebbels.  Dalam buku hariannya, Goebbels melaporkan bahwa Hitler sebenarnya memang percaya bahwa Yesus berjuang untuk melawan Yahudi dan Yahudilah yang membuat Yesus akhirnya disalib. Sesuai dengan pandangan umum umat Kristen, Yesus selalu mengkritik tindakan imam-imam Yahudi sebagai orang-orang yang sombong, gila hormat, dan suka memakan harta orang lain. Yesus menyebut mereka sebagai ular beludak. Yesus pula yang mengusir orang-orang yang berjual beli di Bait Allah dan menyebut imam Yahudi telah mengubah bait Allah menjadi sarang penyamun. Imam-imam Yahudi ini marah kepada Yesus dan menghasut gubernur yang berkuasa pada saat itu, Pontius Pilatus, untuk menghukum dan menyalib Yesus sekalipun Yesus tidak terbukti melakukan kesalahan apa pun.
Akan tetapi, Hitler menyatakan doktrin ini kemudian diubah dan dipelintir oleh seseorang bernama Paulus dari Tarsus. Albert Speers melaporkan bahwa Hitler kemudian berkata,
            “Kau lihat, betapa tidak beruntungnya kita karena memiliki agama yang salah. Mengapa kita tidak memiliki agama seperti yang dimiliki oleh orang Jepang yang menganggap pengorbanan untuk negara adalah kehormatan yang tertinggi? Agama yang dibawa Muhammad pun akan lebih cocok bagi kita daripada Kristen. Mengapa kita harus memilih Kristen yang lembek dan gampang ditarik ulur?”
( Speer, Albert (1971). Inside the Third Reich. Trans. Richard Winston, Clara Winston, Eugene Davidson. New York: Macmillan, p. 143; Reprinted in 1997. Inside the Third Reich: Memoirs. New York: Simon and Schuster)
Lihatlah bagaimana Joseph Goebbels dan Albert Speers, orang-orang yang berada dekat dengan Hitler, ternyata memiliki informasi yang berbeda mengenai sudut pandang Hitler tentang Kristen.
Hmmm, lalu mengapa Hitler masih menggunakan isu-isu kekristenan di dalam pidato-pidatonya? Tampaknya hal ini ia gunakan untuk menarik simpati masyarakat Jerman yang notabene pada saat itu bermayoritaskan Kristen dalam bersama-sama memerangi Yahudi atas dasar semangat agama.
Lalu, jika Hitler memiliki sudut pandang seperti itu terhadap Kristen, apakah dia adalah seorang paganis? Ada isu-isu yang berkembang di kalangan penggiat sejarah bahwa Hitler menerapkan keyakinan-keyakinan pagan dalam kehidupannya dan dibuktikan dengan pemilihan simbol swastika sebagai lambang negara dan huruf-huruf rune seperti yang digunakan oleh SS. Informasi ini pun sulit dibuktikan mengingat tidak adanya pernyataan yang dikeluarkan Hitler terkait hal-hal di atas. Satu-satunya yang menjelaskan mengap simbol swastika dipilih terdapat di Mein Kampf. Hitler menyatakan bahwa Swastika ia pilih karena ia menyukai makna di balik simbol tersebut yang menggambarkan perubahan ke arah yang lebih baik (empat tangan swastika bergerak ke arah kanan) dan hal ini tentu saja tidak serta-merta dapat kita kategorikan sebagai informasi yang menguatkan bahwa Hitler berkeyakinan pagan. Bahkan, Hitler pernah mengatakan bahwa tidak ada hal yang lebih bodoh dibandingkan dengan membangun kembali pemujaan kita terhadap Odin. Mitologi lama masyarakat Jerman sudah tidak layak lagi.
Odin/Wotan, dewa agung mitologi Nordik

Berarti Hitler adalah seorang atheis? Hmm..entahlah? begitu seringnya Hitler menggunakan ungkapan-ungkapan keagamaan membuat ia sulit untuk dikatakan sebagai seorang atheis. Perhatikan semboyan yang ia sering keluarkan Got Mit Uns ‘Tuhan beserta kita’, tampaknya ia memercayai adanya ketuhanan sekalipun kita tidak tahu, tuhan mana yang ia sembah. Begitu pula yang tertulis di dalam Mein Kampf, Ia selalu mengatakan ungkapan-ungkapan Sang Pencipta alam raya atau ungkapan Tuhan Yang Mahabesar dalam setiap janji yang terucap di dalam pemerintahan Reich Ketiga.
Hitler dan Islam
Sungguh sangat menarik, terdapat artikel-artikel yang tersebar di kalangan blogger atau di dalam diskusi forum bahwa Hitler sangat mengagumi Islam. Artikel-artikel itu dapat dilihat di sini dan sini.
Sayangnya, artikel-artikel ini sangat berbahaya dan sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai seorang muslim yang mengagumi Hitler seharusnya saya akan sangat bangga dengan artikel-artikel di atas, tetapi TIDAK. Sama sekali tidak jika hal tersebut hanya didasarkan atas informasi yang secara ilmiah tidak mampu untuk dipertanggungjawabkan. Bahkan, artikel tersebut akan sangat membahayakan Islam. Mengapa?
Artikel di atas menyebutkan bahwa Hitler begitu dekat dengan Islam dan betapa pemikiran-pemikiran Hitler telah dipengaruhi oleh Islam, baik langsung ataupun tidak. Artikel tersebut memberikan bukti-bukti yang disertai dengan gambar bahwa
  1. Kekaguman Hitler terhadap Islam demikian besarnya sehingga ia menyebarkan buku-buku tentang keislaman kepada seluruh tentara Nazi, baik muslim maupun nonmuslim.
Tentara Divisi SS Handschar sedang membaca buku propaganda berjudul Islam dan Yahudi

Poin ini memberikan bukti dengan menyuguhkan gambar sekelompok tentara Nazi sedang serius membaca sebuah buku kecil berjudul Islam und Judentum, padahal semua orang mengetahui bahwa sekelompok tentara tersebut tergabung dalam 13th Waffen Mountain Division of The SS Handschar/ 1st Croatian yang keseluruhan prajuritnya adalah muslim.
Poin ini pun besar kemungkinan akan mengarahkan pembaca kepada suatu kesimpulan bahwa Islam dan Nazi adalah suatu ideologi yang sama-sama berlandaskan kekerasan sehingga mereka mudah untuk bekerja sama pada masa PD II. Hal ini akan semakin kompleks jika dikaitkan dengan peristiwa holocaust karena Islam sangat tidak mengizinkan holocaust. Ingatlah bagaimana Muhammad dengan toleransi yang sangat tinggi membiarkan umat Yahudi untuk tinggal di Madinah. Jelas berbeda dengan Hitler yang menginginkan Yahudi untuk enyah dari Jerman.

2. Hitler sering meminta nasihat kepada para ulama.
Pembuktian pernyataan ini diperlihatkan melalui gambar ini
Hajj Amin Al Husseini, Mufti Besar Palestina, melakukan pertemuan dengan Adolf Hitler pada November 1942.

Ini adalah pernyataan yang salah. Hitler tidak pernah meminta nasihat kepada ulama siapa pun. Apa yang terlihat dalam gambar ini adalah petemuan antara Hitler dengan Mufti Besar Palestina, Hajj  Amin Al Husseini, di bulan November 1942.
Tidak ada yang menyangkal bahwa dalam Perang Dunia II, negara-negara Islam telah bekerja sama dengan Nazi dalam melawan Yahudi dan Komunisme dan itu memang benar. Namun, hal itu semata-mata karena ada kesamaan kepentingan di sana, tidak kurang dan tidak lebih. Bagi Husseini, kerja sama yang ia lakukan dengan nazi disebabkan adanya ancaman-ancaman yang timbul dari Yahudi kepada penduduk muslim di Palestina dan bagi Hitler, ia memerlukan banyak sumber daya manusia untuk mengalahkan tentara merah di wilayah-wilayah timur Eropa, seperi yang terjadi di Bosnia saat muslim Bosnia dibantai setiap hari oleh tentara komunis.
Hal ini terlihat jelas melalui perkataan Mufti kepada Hitler, “Arab adalah teman alamiah Jerman karena mereka memiliki musuh yg sama, yaitu Inggris, Yahudi dan Komunis. Karena itu Arab siap utk bekerja sama dgn Jerman dgn segala hati dan siap berpartisipasi dlm perang, tidak hanya secara NEGATIF melalui tindakan SABOTASE dan PEMICUAN REVOLUSI, tetapi juga secara positif dgn pembentukan pasukan Arab. Arab akan bermanfaat bagi Jerman sbg sekutu mengingat alasan geografis dan penderitaan yang disebabkan Inggris dan Yahudi. Terlebih lagi, Jerman memiliki hubungan dekat dgn negara2 Muslim, yang bisa dimanfaatkan bagi kepentingan bersama. Pasukan Arab mudah dibentuk. Dgn satu permintaan saja dari sang Mufti kpd negara2 Arab dan tawanan kebangsaan Arab, Aljazair, Tunisia dan, Maroko, penjara-penjara  Jerman akan menghasilkan jumlah besar sukarelawan siap tempur.”
Bukankah bentuk kerja sama seperti ini sering terjadi di dalam banyak sejarah? Jangan pernah lupakan bahwa Amerika pernah bekerja sama dengan taliban dalam mengusir Komunis. Bisakah kita anggap Amerika dan Taliban memiliki sifat dasar ideologi yang sama? Seperti yang diungkapkan oleh pepatah, “The enemy of my enemy is my friend.”
Segala hal yang saya nyatakan di sini bukanlah sebuah bualan. Perhatikanlah begitu banyak situs atau forum-forum yang kemudian mendiskreditkan Islam sama dengan Nazi hanya karena mereka pernah bekerja sama terlebih dalam hal kebenciannya dengan Yahudi.
Lihatlah bagaimana laman indonesia.faithfreedom, sebuah situs yang telah lama dengan tulisan-tulisannya memfitnah Islam. Di salah satu artikelnya, faithfreedom menuliskan bahwa Islam tidak ada bedanya dengan Nazi dan penduduk muslim Palestina begitu menghormati Hitler sebagai pemimpin yang hebat. Lihatlah pula bagaimana laman wikiislam, suatu laman yang senada dengan faithfreedom, juga mengatakan hal yang sama bahkan dengan santai menunjukkan bukti-bukti kesamaan Islam dan Nazi hanya karena gaya salut mereka yang sama, gaya salut yang sekarang disebut sebagai salut fasis. Jewisvirtuallibrary, dalam artikelnya yang membahas Ikhwanul Muslimin, juga mengatakan bahwa Hasan Al Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, adalah seseorang yang mengagumi Hitler dan membawa organisasi ini sejalan dengan prinsip-prinsip Nazi. Dalam proyek besar Amerika Serikat dalam menyerang negara-negara muslim, Bush di dalam pidatonya menyebut militan Islam sebagai Islamo-Fascism.
Masih banyak lagi hal-hal seperti ini yang merebak di dunia maya dan ketika umat muslim menemukan artikel yang mengaitkan antara Hitler dan Islam dengan serta-merta mereka bangga lalu dengan mudah mengatakan, “Lihatlah, betapa Hitler mengagumi Islam.” Karena ketika kalimat seperti itu tercipta, tanpa disadari, mereka telah membantu bahan-bahan propaganda untuk membentuk opini publik bahwa ISLAM = NAZI.
Marilah kita tengok kembali apa yang dikatakan Amin Al Husseini,
“Ada kemiripan antara prinsip Islam dan Nazi.”
Pernyataan ini seharusnya dapat kita ditafsirkan sebagai kesamaan kepentingan dan bukan kesamaan ideologi.
Kesimpulan
Duh, kok, tampaknya artikel ini sudah jauh melenceng dari judul ya? sudahlah tak apa. Yang jelas, ini kesimpulannya
  1. Hitler seorang kristiani = sulit untuk dikatakan.
  2. Hitler seorang atheis = hmmm…entahlah
  3. Hitler seorang paganis = jelas tidak mungkin.
  4. Hitler seorang muslim = wah, ini apalagi, kecuali jika Hitler memang meninggal di  Indonesia dan menikah dengan gadis Sukabumi.
Wallahualam bishawab.

sumber: http://tentangnazi.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar